Dosa Mega, Jokowi dan PDIP Terhadap Umat Islam - Indonesia sebentar lagi akan memilih presiden dan wakil presiden.Dalam agama,kita dianjurkan agar dalam memilih,pemimpin,maka carilah calon pemimpin yang paling baik imannya.Bila ada calon pemimpin yang terhadap agama kita kurang peduli,maka pilihlah calon lain yang lebih peduli terhadap agama kita.
Info ini lagi cukup populer dan mengapa di publish juga disini? Dalam agama,kita tidak boleh membuka aib sesama muslim,namun bila kebenaraan itu memang perlu diberitahukan ke orang lain demi tujuan saling mengingatkan dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar,sekalipun info ini banyak dianggap membuka aib orang lain,namun tujuannnya info ini di informasikan disini karena dalam hal itu menurut Kami boleh saja dan termasuk berbagi informasi tentang Dosa Mega, Jokowi dan PDIP Terhadap Umat Islam.Dulu jokowi diprediksi tak terkalahkan bila dijagokan Pdi P,tapi saat ini,prekisi tersebut belum tentu benar karena sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mengetahui siapa sebenarnya Jokowi.
JAKARTA (voa-islam.com) - Dosa Mega, Jokowi dan PDIP Terhadap Umat Islam Inilah beberapa ‘dosa’ Mega, Jokowi, dan PDIP terhadap umat Islam. Dosa yang mereka lakukan itu, berbentuk pandangan, sikap, dan kebijakan yang merugikan dan membahayakan terhadap keberadaan umat Islam.
Pandangan, sikap, dan kebijakan yang konsisten terhadap umat Islam ini, tidak terlepas ideologi tokoh-tokoh PDIP, yang berdampak terhadap Umat Islam. Di pemilihan presiden 2014, sangat jelas polarisasi antara pendukung Jokowi dengan Prabowo.
Jokowi yang didukung PDIP, merupakan partai yang berbasis ideologi ‘nasionalis sekuler’, dan didukung partai-partai sekuler liberal, seperti Nasdem yang dipimpin si ‘brewok’ Surya Paloh, PKB yang sejak berdiri sebagai partai berbasis pemilihnya sebagian kalanghan Nahdhiyyin, tetapi para tokohnya berpandangan sangat sekuler, dan anti prinsip-prinsip Islam. Di mana para tokohnya merupakan warisan dari organisasi PMII. Ditambah dua partai yang dikendalikan mantan rezim Orde Baru, yaitu Hanura dan PKPPI.
Sangat jelas gabungnya PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPPI, itu secara kepentingan dan ideologi sudah satu ‘mainstream’ (satu arus utama) dalam politik.
Sedangkan Prabowo didukung Gerindra, merupakan partai yang berbasis ideologi ‘nasionalis regiligus’. Prabowo didukung Gerindra, PKS, PPP, PAN, Golkar, dan secara de facto Partai Demokrat. Prabowo yang semasa menjadi taruna Akabri di Magelang, pernah mendapatkan pengetahuan Islam dari tokoh DDII, Cholil Badawi, sekarang menjadi muara, berbagai kelompok Islam.
Kalangan Islam melihat Prabowo, sejak masih menjadi Danjen Kopassus, sudah menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh Islam, sekarang nampaknya menjadi lokomotif bagi kalangan nasionalis dan Islam, menghadapi ‘monster’ Jokowi yang didukung PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPPI.
Sehingga, antara Jokowi dengan Prabowo menjadi pertarungan antara kubu : ‘Merah dengan Hijau’.
Inilah beberapa dosa Mega, Jokowi dan PDIP terhadap umat Islam, dan sikapnya yang konsisten PDIP yang tidak pernah mengakomodasi kepentingan golongan Islam sepanjang sejarah. Bahkan, sejak zamannya Bung Karno. Bung Karno pernah membubarkan Konstituante dan mengembalikan kepada UUD’45, membubarkan Partai Masyumi, dan memenjarakan para tokoh Masyumi, termasuk Moh.Natsir, Moh.Roem, Prawoto Mangkusasmito, Isa Anshori.
Soekarno lebih dekat kalangan komunis dibandingkan dengan kalangan Islam, sekalipun Soekarno pernah menjadi murid SKM.Kartosuwiryo. Soekarno pula yang menghukum mati tokoh Kartosuwirjo, yang berjasa menyelamtkan RI, saat menghadapi agresi Belanda. Ketika Mega berkuasa, tidak pernah mengakomodasi kepentingan golongan Islam.
Pertama, diantaranya anggogta DPR PDIP yang sebagian besar banyak kalangan nasionalis sekuler dan phalangis (kristen), selalu memblok (menghalangi) setiap undang-undang yang menjamin kepentingan umat Islam, seperti undang-undang perkawinan, undang-undang sisdiknas.
Di era Mega pula, lahir undang-undang anti teroris, yang sampai sekarang masih digunakan memberangus aktifis Islam. Jika Jokowi menang akan diamandemen undang-undang anti teroris, karena dianggap tidak memadai lagi, khususnya dalam menghadapi ancaman teroris.
Sekarang, Jokowi belum menjadi presiden sudah memerintahkan melakukan pengawasan terhadap masjid-masjid dengan cara ‘menginteli’ aktifitas masjid, terutama khutban Jum’at dan ceramah-ceramah di masjid-masjid. Ini hanya mengingatkan di masa Orde Baru, di mana semua aktifitas ke-Islaman, dimatai-matai oleh intel. PDIP mengulangi cara yang dikerjakan oleh rezim Orde Baru, yang sepanjang pemerintahannya melakukan repressi terhadap umat Islam.
Jokowi belum menjadi presiden, sudah keluar pernyataan resmi dari Ketua Bidang Advokasi Jokowi, yang dipimpin Ketua Komisi III, Trimedya Panjaitan (phalangis), yang akan menghapus peraturan daerah (Perda) yang berbau atau berkonotasi Syariah. Karena, menurut Trimedya Panjaitan, hanya boleh hidup di Indonesia satu prinsip hidup yang sesuai dengan Pancasila 1 Juni, yang menjadi doktrin ideologi PDIP.
Golongan Islam yang bercita-cita ingin melaksanakan keyakinan agamanya (Islam), nantinya akan menjadi musuh negaraan. Ketua Dewan Syuro PKB, KH.Abdul Aziz Mansyur, mengatakan kepada MetroTV, beberapa waktu yang lalu, bahwa hanya Jokowi yang dapat menyelamatkana aqidah umat Islam. Ini benar-benar sebuah penipuan terhadap umat dan rakyat Indonesia.
Dengan pernyataan KH.Abdul Aziz Mnsyur itu, seakan-akan Jokowi posisinya akan menjadi seorang ‘imam’ atau ‘amirul mukminin’, di dalam sebuah Daulah Islamiiyah.
Ketua Tim Bravo 5, DR.Alwi Shihab mengatakan, bahwa kalangan NU yang menentang Jokowi itu, sebagai pengkhianat dan Wahabi. Ini sebuah pernyataan yang sangat keras, dan mempunyai dampak yang sangat serius. Karena memposisikan Jokowi sebagai ‘sesuatu’ yang sifatnya mutlak.
Sama dengan kalangan NU dan umat Islam, yang tidak mendukung Jokowi sebagai kesalahan besar, dan bisa dikatakan sebagai ‘bughot’ (pengacau/pemberontak), dan berhak diperangi.
Tentu, yang paling penting lagi, pernyataan dari JK yang mengatakan penegakan Syariah Islam, sebagai langkah kemunduran dan keterbelakangan. JK yang sekarang menjadi bagian dari kepentingan dan politik ideologi PDIP.
Keberadaan JK di kubu PDIP dan mendukung Jokowi membuat umat Islam menjadi ragu mensikapi terhadap PDIP dan Jokowi. Inilah langkah strategis yang diambil PDIP, yang bertujuan mengacaukan terhadap sikap umagt Islam. JK menjadi ‘tameng’ PDIP menghadapi kalangan umat Islam. Wallahu’alam.
Sumber : www.voa-islam.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar